Senin, 03 Oktober 2011

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT


Oleh :
UU. Lendhanie
Program Studi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan
ABSTRAK
Penelitian tentang “Karakteristik Reproduksi Kerbau Rawa Dalam Kondisi Lingkungan Peternakan Rakyat” telah dilaksanakan di desa Sapala, kecamatan Danau Panggang, kabupaten Hulu Sungai Utara.
Penelitian ini menggunakan metode survey. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, dan kuisioner. Penelitian bertujuan untuk mengkaji bagaimana umur pubertas, berahi, kebuntingan, selang kelahiran dan daya reproduksi kerbau rawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerbau rawa mempunyai karakteristik reproduksi sebagai berikut : 1) Umur dewasa kelamin 2-3 tahun; 2) Panjang siklus berahi tidak diketahui; 3) Lama periode berahi 4-7 hari; 4) Lama kebuntingan satu tahun; 5) Berahi kembali setelah melahirkan 3-6 bulan; 6) Selang kelahiran 18-24 bulan; dan Daya reproduksi 10-15 ekor anak selama hidup.
Kata kunci : Kerbau rawa, reproduksi, survey
PENDAHULUAN
Kerbau rawa (Bubalus bubalis), yang dalam bahasa Banjar sering disebut hadangan atau kerbau kalang, merupakan plasma nuftah Propinsi Kalimantan Selatan. Kerbau rawa memiliki ciri spesifik berupa tanduk melingkar panjang ke belakang, warna abu-abu coklat, bentuk tubuh yang gempal padat dan berisi yang membuktikan bahwa kerbau ini mampu mengubah pakan yang berkualitas rendah
© Program Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat BIOSCIENTIAE. 2005. 2(1): 43-48
berupa rumput dan pakan lainnya menjadi daging. Pada umur 1 tahun beratnya mencapai 195-200 kg, panjang badan 95,4-97,6 cm dan lingkar dada 135,7-138,4 cm. Kerbau rawa dewasa berumur 3 tahun mencapai berat badan 400-500 kg dengan panjang badan 128-138 cm dan lingkar dada 174,6-177,0 cm (BPTP, 2002).
Kerbau Rawa sudah lama beradaptasi pada daerah rawa monoton yang tidak ditanami seluas 2.651.002 hektar. Rawa tersebut tersebar di lima kabupaten yaitu Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Banjar dan Barito Kuala. Populasi kerbau rawa terbanyak terdapat di kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu di kecamatan Danau Panggang dengan total populasi 6.439 ekor dan luas lahan penggembalaan 61.000 Ha yang tersebar di tujuh desa yaitu Palbatu, Bararawa, Salapa, Ambahai, Tapus Dalam, dan Danau Cermin (Dinas Peternakan Kalimantan Selatan, 2004).
Pada tahun 1995 populasi kerbau rawa mencapai 15.000 ekor dan mengalami penurunan menjadi 10.000 ekor pada tahun 2001. Hal ini selain disebabkan oleh tingkat pemotongan yang tinggi yaitu 10% per tahun, juga oleh rendahnya pertambahan populasi yang hanya 0,64 % pertahun (BPTP, 2002). Menurut Toelihere (1981), rendahnya peningkatan populasi ini terutama disebabkan oleh rendahnya tingkat reproduksi. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya tingkat reproduksi kerbau Rawa adalah kurangnya pengetahuan dan perhatian peternak terhadap aspek-aspek reproduksi.
Informasi tentang karakter reproduksi kerbau rawa di Kalimantan Selatan sampai saat ini belum banyak diketahui, sehingga penelitian semacam itu perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana umur pubertas, berahi, kebuntingan, selang kelahiran dan daya reproduksi kerbau rawa dalam kondisi lingkungan peternakan rakyat.
44 Lendhanie – Karakteristik reproduksi kerbau rawa
METODE
Penelitian dilaksanakan di Desa Sapala, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Penarikan sampel berdasarkan metode purposive atau dilakukan pemilihan secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Adapun populasi dalam penelitian ini terdiri dari 30% kepala keluarga petani-peternak yang ada di desa tersebut.
Data primer bersumber dari peternak yang terpilih sebagai responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai intansi yang terkait dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi dan teknik kuesioner. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianaliasis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem pemeliharaan kerbau rawa di lokasi penelitian dilakukan secara ekstensif tradisional, yaitu digembalakan di daerah rawa (floating system). Pada musim air pasang, setelah digembalakan kerbau masuk kalang untuk istirahat pada malam hari, sedangkan pada musim air surut kerbau tidak pulang kandang melainkan tersebar di padang penggembalaan. Peranan peternak sangat kecil dalam aspek reproduksi. Peranan yang paling menonjol adalah pengawasan supaya ternak tidak tersesat dan dapat bersatu dalam kelompoknya.
Umur Pubertas
Umur pubertas kerbau rawa tidak diketahui dengan pasti. Meskipun demikian, berdasarkan umur kelahiran pertama yaitu 3-4 tahun diperkirakan konsepsi pertama terjadi pada umur 2-3 tahun. Umur konsepsi pertama ini dapat dijadikan patokan sebagai umur dewasa kelamin dengan asumsi lama kebuntingan selama 12 bulan.
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Guzman (1980) yaitu umur pubertas kerbau Thailand selama empat tahun, maka kerbau rawa mencapai pubertas
45 BIOSCIENTIAE. 2005. 2(1): 43-48
lebih cepat. Akan tetapi pencapaian pubertas ini lebih lambat daripada kerbau-kerbau rawa yang terdapat di Philipina dan Malaysia. Menurut Chantalakhana (1980) kerbau rawa di Malaysia mencapai pubertas pada umur 2,5 tahun. Kerbau rawa di Philipina umur pubertasnya berkisar antara 20-30 bulan (Guzman, 1980).
Siklus Berahi dan Lama Berahi
Siklus berahi kerbau rawa di desa Sepala tidak diketahui. Hal ini disebabkan peternak tidak pernah melakukan pengamatan berahi sehubungan keberadaan kerbau yang selalu di dalam air rawa. Menurut Castillo (1981) panjang siklus berahi kerbau rawa adalah 20-22 hari. Para peneliti lainnya menyatakan bahwa kerbau rawa Thailand memiliki siklus berahi 21 hari sedangkan di Philipina siklus berahi kerbau rawa selama 20 hari (Guzman, 1980).
Lama berahi pada kerbau rawa adalah selama tujuh hari. Hal ini sangat jauh berbeda dengan hasil penelitian Mongkopunya (1980) yang menyatakan bahwa lama berahi kerbau rawa adalah 32 jam, begitu pula halnya dengan pendapat Guzman (1980) yang menyatakan lama berahi kerbau rawa berkisar anatara 1-36 jam atau rata-rata 32 jam. Perbedaan ini disebabkan oleh kesalahan peternak dalam pengamatan berahi. Peternak melihat kerbau betina selama tujuh hari selalu dikerubuti pejantan. Padahal penentuan lama berahi harus melihat tingkah laku kerbau betina terhadap pejantan, bukan tingkah laku jantan terhadap betina. Menurut McDonald (1977) lama berahi berkisar antara waktu penerimaan pertama sampai penolakan terakhir.
Lama Kebuntingan
Lama bunting adalah suatu aspek yang mempengaruhi selang kelahiran. Lama bunting pada kerbau rawa dari semua responden sepakat yaitu selama satu tahun. Angka yang pasti tidak diketahui karena tidak diketahuinya waktu konsepsi. Menurut Guzman (1980), kerbau rawa memiliki lama bunting berkisar antara 320-325 hari. Sedangkan Mongkopunya (1980) menyatakan lama bunting kerbau rawa
46 Lendhanie – Karakteristik reproduksi kerbau rawa
adalah 336 hari. Menurut Toelihere (1981) perbedaan lama kebuntigan bisa disebabkan oleh manajemen, pakan, dan iklim lingkungan.
Berahi Setelah Kelahiran
Apabila masa kebuntingan telah mencukupi maka akan terjadi fase kelahiran atau partus. Setelah peristiwa kelahiran organ reproduksi, terutama uterus, akan mengalami proses penyembuhan yaitu kembali keukuran semula pada saat tidak bunting. Proses ini disebut dengan istilah involunsi uterus. Setelah involusi uterus selesai maka akan terjadi berahi kembali.
Proses berahi setalah melahirkan pada tiap individu berbeda-beda bergantung kepada lamanya proses involusi uterus. Pada kerbau rawa di Danau Panggang, berahi kembali terjadi selama 3-5 atau rata empat bulan setelah melahirkan. Hal ini berbeda dengan Guzman (1980) yang menyatakan bahwa pada kerbau rawa berahi setelah melahirkan adalah 35 hari.
Calving Interval
Setelah kerbau mengalami berahi kembali setelah melahirkan maka siklus reproduksi akan diulang kembali sampai pada kebuntingan berikutnya. Jarak antara dua kebuntingan yang berurutan disebut selang kelahiran atau calving interval.
Panjang calving interval sangat bervariasi pada kerbau rawa bergantung kepada semua karakteristik reproduksi. Selang kelahiran kerbau rawa di Danau Panggang adalah 18-24 bulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Guzman (1980) bahwa selang kelahiran kerbau rawa berkisar antara 1-3 tahun atau rata-rata 1,5 tahun.
Daya Reproduksi
Daya reproduksi didefinisikan sebagai kemampuan seekor ternak untuk menghasilkan anak selama hidupnya. Berdasarkan informasi dari responden bahwa kerbau rawa selama masa hidupnya mampu menghasilkan 5-10 ekor anak. Jika
47 BIOSCIENTIAE. 2005. 2(1): 43-48
beranak pertama terjadi pada umur empat tahun dan calving interval 1,5 tahun maka kerbau rawa mampu hidup lebih dari 20 tahun. Menurut Cockrill (1976), kerbau rawa mampu menghasilkan anak 10-15 ekor selama hidupnya, dan bisa hidup sampai 25 tahun.
KESIMPULAN
Karakter reproduksi kerbau rawa adalah sebagai berikut :
1) Umur dewasa kelamin 2-3 tahun;
2) Panjang siklus berahi tidak diketahui;
3) Lama periode berahi tidak diketahui;
4) Lama kebuntingan satu tahun;
5) Berahi kembali setelah melahirkan 3-5 bulan;
6) Selang kelahiran 18-24 bulan; dan
7) Daya reproduksi 10-15 ekor anak selama hidup.

DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, S.A. 1980. National Buffalo Research and Development Programmes in Malaysia. Dalam Recent Advances in Buffalo Research and Development. FFTC. Taipei.
Chantalakhana, A. 1980. Breeding Improvement of Swamp Buffaloes for Small Farm in South East Asia. Dalam Recent Advances in Buffalo Research and Development. FFTC. Taipei.
Cockrill, W.R. 1976. The Buffaloes of China. FAO. Rome.
Disnak Kalsel. 2003. Statistik Peternakan. Kalimanatan Selatan.
Guzman, M.R. 1980. An Overview of Recent Development in Buffalo Research and Management in Asia. Dalam Buffalo Production for Small Farms. ASPAC. Taipei.
Hardiansyah dan Noorhidayati, 2001. Padang Penggembalaan Kerbau Rawa (Bubalus bubalis Linn) di desa Sapala Kecamatan Danau Panggang. Struktur dan Komposisi Komunitas. Kalimantan Agrikultura. Vol. 8 No 1. April : 16-22.
Mongkopunya, K. 1980. Reproductive Pailures in Swamp Buffaloes in Thailand. Dalam Buffalo Production for Small Farms. ASPAC, Taipei.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar