Senin, 03 Oktober 2011

Azolla microphylla

Tanaman Padi, Azolla dan Itik
Dari kolam Azolla untuk pakan ikan, unggas dan hewan ternak lainnya, bahkan bisa untuk pupuk.
Dari kiri atas : panen Azolla dari kolam, segenggam Azolla segar dan Azolla kering.

Azolla microphylla yang sudah dikeringkan.  Bisa untuk campuran ransum pakan
Budidaya Azolla dengan kolam terpal plastik di India

By Dian Kusumanto


Perbaikan tata niaga beras di Krayan mampu memberi nilai tambah milyaran rupiah kepada Petani



Oleh : Ir. Dian Kusumanto


Tata niaga beras di Krayan sekarang mulai terasa ada peningkatan.   Peningkatan itu dirasakan oleh para petani karena dua hal, yaitu harganya yang naik dan  adanya pedagang yang datang mengambil.  Tidak seperti dulu, sekitar 1-2 tahun yang lalu,  harga beras relative masih sangat murah dan menjualnya juga harus dilakukan sendiri-sendiri sampai ke Ba’kelalan dengan digendong.

Keadaan sebelumnya

Sebenarnya sudah lama dirasakan kenapa tata niaga beras Krayan itu seolah sulit keluar dari belenggu ketidakadilan yang tidak memihak para petaninya.   Selama ini rasanya sangat sulit menembus harga jual lebih dari  13 Ringgit Malaysia (RM 13.00) untuk setiap gantang  beras di pedagang Ba’kelalan Malaysia.  Harganya selama  ini hanya berkisar antara RM 7.00  sampai RM 13.00 per gantang beras.   Selama ini kita seolah tidak berdaya dengan permainan para ‘mafia’ beras Krayan yang ada di Ba’kelalan tersebut.   Karena mereka dengan seenaknya saja menetapkan harga belinya, sebab petani tidak mungkin akan membawa kembali beras yang mereka bawa ke Ba’kelalan itu.


Perilaku ‘mafia’ beras di Ba’kelalan itu semakin menjadi, manakala  mereka menetapkan tarif uang pungutan hanya untuk melewati ‘gate’ yang masuk ke wilayah mereka.   Bahkan tidak segan-segan untuk memotong jembatan yang biasa diseberangi  oleh sarana angkutan yang ada.   Hal ini sudah terjadi sekian lama, dan masih saja terjadi.   Dengan demikian mereka  seolah bisa memaksa para petani untuk hanya bergantung kepada mereka ini.   Keadaan seperti inilah yang tidak menguntungkan bagi para petani di Krayan, sebab sebenarnya beras Krayan bisa dijual lebih tinggi lagi.  

Beras Krayan yang sudah ditangan para pedagang di Ba’kelalan ini selanjutnya akan dijual lagi ke wilayah perkotaan lainnya di Malaysia, seperti di Kota Lawas, Kota Miri dan bahkan sampai ke Brunei.   Di kota-kota itu beras Krayan sudah bernilai lebih tinggi lagi yaitu sekitar RM 20  sampai  RM 25 bahkan lebih.   Takaran yang dipakai untuk perdagangan beras di Ba’kelalan adalah gantang.   Setiap satu gantang itu sama dengan sekitar 3,5 kg.   Jadi sejak lama para pedagang di Ba’kelalan ini menikmati  ketidakadilan tata niaga yang sangat njomplang alias tidak wajar.  Mereka tekan harga serendah-rendahnya meskipun tidak masuk akal asal petani mau menjual karena terpaksa.   Sepertinya mereka memainkan psikologis para petani ini menjual dalam keadaan terpaksa, sehingga harga menjadi sangat murah.

Maka harga yang selama ini ditetapkan sebenarnya harga yang dimainkan karena kelemahan psikologis para petani Krayan yang memang masih lemah baik secara kelembagaan, modal dan juga aksesnya.   Tidak ada pilihan lain selain hanya kepada pedagang di Ba’kelalan ini.   Boleh dikatakan kalau harga yang terjadi itu adalah ‘harga psikologis’.   Sebab kalau dihitung dengan kalkulasi alur tata niaga yang adil, pedagang tidak boleh terlalu berlebih-lebihan mengambil keuntungan, sementara para petani sebagai penghasil beras sudah mengeluarkan segala daya upaya  sehingga produk berupa beras itu sampai pada pedagang.   Sebab tanpa ada jerih payah petani itu, pedagang beras di Ba’kelalan juga tidak mungkin bisa berbisnis dan mendapatkan penghasilan.

Keadaan seperti ini tidak boleh terjadi selamanya, harus berubah menjadi tata niaga yang lebih adil.  Sebenarnya yang mempunyai produk beras itu kita sendiri, para petani di Krayan, sedangkan para pedagang itu sebenarnya sangat tergantung oleh barang dagangan itu.  Tetapi selama ini keadaannya sangat terbalik 180 derajat.   Para petani yang mempunyai produk yang seolah tergantung oleh para pedagang di Ba’kelalan.  Keadaan ini harus dibalik,  posisi tawar para petani harus lebih kuat,  sehingga ada keadIlan dalam hubungan tata niaga, sehingga sama-sama menguntungkan.

Oleh karena itulah maka perlu diperjuangkan system tata niaga beras yang lebih adil sehingga  para petani akan menikmati hasil  usahanya dengan lebih baik lagi.  Penulis memandang bahwa langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai keadilan tata niaga itu adalah sebagai berikut :

1.       Persatuan diantara para petani, kelompok tani dan gabungan kelompok tani di Krayan.
2.       Tumbuh dan berkembangnya para pedagang beras
3.       Persatuan para pedagang beras di Krayan untuk menghadapi pedagang di luar Krayan
4.       Diperlukan peran control pemerintah untuk mengatur arus beras ke luar Krayan
5.       Mengurangi ketergantungan pasar  di Ba’kelalan, harus terus dicari akses ke tujuan pasar lainnya.
6.       Stimulasi Pemerintah dalam permodalan yang mendukung tata niaga beras Krayan.


Keadaan sekarang

Meskipun beberapa langkah di atas belum sepenuhnya dilakukan, maka semenjak setahun terakhir ini, hasil perbaikan tata niaga yang berkeadilan ini mulai kelihatan.   Sekarang sudah dirasakan harga beras di Ba’kelalan sampai RM 15.00  bahkan sampai RM 18.00.   Kalau harga beras Krayan seperti ini bisa bertahan lama, atau setidaknya bisa stabil di harga rata-rata RM 15.00 per gantang, maka berarti ada peningkatan sekitar RM 5.00 dibanding keadaan sebelumnya.   Itu artinya, jika selama setahun volume beras yang diperdagangkan melalui Ba’kelalan itu mencapai 2.000 ton  atau sekitar 571.500 gantang, maka ada nilai tambah sekitar RM 2,857 juta atau  kalau dalam rupiah senilai sekitar RP 8 milyard dalam setahun.
Rp 8 milyard dalam setahun ini nilai tambah yang tidak sedikit.  Karena dengan dana sebesar itu banyak yang bisa dilakukan untuk lebih memperkuat posisi tawar para petani di Krayan.

Di bawah ini digambarkan perbandingan keadaan sekarang dan keadaan sebelumnya yaitu keadaan sebelum tahun 2010.

Perkembangan Sistem Perberasan di Krayan

dan Program LDPM Bidang Ketahanan Pangan






No.
Uraian
Sebelum LDPM
Sesudah LDPM


1.
Waktu
Sebelum Tahun 2010
Setelah Januari 2010

2.
Pelaksana LDPM
-
Gapoktan Yuvai Semaring

3.
Pelaku Distribusi Pangan
- Petani sendiri
- Pedagang Ojek



- Pedagang Ojek
- Gapoktan LDPM

4.
Pola tata niaga




~  Perilaku Pedagang Beras
Belum banyak pedagang yang membeli beras di petani.
Sudah mulai ada pedagang beras (ojek, mobil)


    di Krayan








~  Perilaku Petani
Petani sering/selalu membawa/ menjual sendiri
Petani jarang/tidak ada yang membawa/ menjual sendiri








~  Perilaku Pedagang Beras
Pedagang Ba'kelalan tidak pernah membeli beras ke Krayan
Pedagang Ba'kelalan pernah/ sering membeli beras ke Krayan


    Ba'kelalan








~ Peran Gapoktan
Gapoktan sudah mulai ada tetapi belum mengelola distribusi beras
Gapoktan mulai aktif dan mengelola distribusi beras










5.
Peran Pemerintah




   ~ Camat Krayan
-
Ada melarang beras keluar dari Krayan pada bulan-bulan tertentu














   ~ Pemda (SOA)
Belum dimanfaatkan untuk angkutan beras keluar Krayan
Dimanfaatkan untuk distribusi beras ke Nunukan








   ~ BKP3D (Dana APBN)
Belum ada Program LDPM
Ada program LDPM untuk Gapoktan Yuvai Semaring










Rp  150 juta (2009)




Rp    75 juta (2010)








KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU RAWA DALAM KONDISI LINGKUNGAN PETERNAKAN RAKYAT


Oleh :
UU. Lendhanie
Program Studi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan
ABSTRAK
Penelitian tentang “Karakteristik Reproduksi Kerbau Rawa Dalam Kondisi Lingkungan Peternakan Rakyat” telah dilaksanakan di desa Sapala, kecamatan Danau Panggang, kabupaten Hulu Sungai Utara.
Penelitian ini menggunakan metode survey. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, dan kuisioner. Penelitian bertujuan untuk mengkaji bagaimana umur pubertas, berahi, kebuntingan, selang kelahiran dan daya reproduksi kerbau rawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerbau rawa mempunyai karakteristik reproduksi sebagai berikut : 1) Umur dewasa kelamin 2-3 tahun; 2) Panjang siklus berahi tidak diketahui; 3) Lama periode berahi 4-7 hari; 4) Lama kebuntingan satu tahun; 5) Berahi kembali setelah melahirkan 3-6 bulan; 6) Selang kelahiran 18-24 bulan; dan Daya reproduksi 10-15 ekor anak selama hidup.
Kata kunci : Kerbau rawa, reproduksi, survey
PENDAHULUAN
Kerbau rawa (Bubalus bubalis), yang dalam bahasa Banjar sering disebut hadangan atau kerbau kalang, merupakan plasma nuftah Propinsi Kalimantan Selatan. Kerbau rawa memiliki ciri spesifik berupa tanduk melingkar panjang ke belakang, warna abu-abu coklat, bentuk tubuh yang gempal padat dan berisi yang membuktikan bahwa kerbau ini mampu mengubah pakan yang berkualitas rendah
© Program Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat BIOSCIENTIAE. 2005. 2(1): 43-48
berupa rumput dan pakan lainnya menjadi daging. Pada umur 1 tahun beratnya mencapai 195-200 kg, panjang badan 95,4-97,6 cm dan lingkar dada 135,7-138,4 cm. Kerbau rawa dewasa berumur 3 tahun mencapai berat badan 400-500 kg dengan panjang badan 128-138 cm dan lingkar dada 174,6-177,0 cm (BPTP, 2002).
Kerbau Rawa sudah lama beradaptasi pada daerah rawa monoton yang tidak ditanami seluas 2.651.002 hektar. Rawa tersebut tersebar di lima kabupaten yaitu Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Banjar dan Barito Kuala. Populasi kerbau rawa terbanyak terdapat di kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu di kecamatan Danau Panggang dengan total populasi 6.439 ekor dan luas lahan penggembalaan 61.000 Ha yang tersebar di tujuh desa yaitu Palbatu, Bararawa, Salapa, Ambahai, Tapus Dalam, dan Danau Cermin (Dinas Peternakan Kalimantan Selatan, 2004).
Pada tahun 1995 populasi kerbau rawa mencapai 15.000 ekor dan mengalami penurunan menjadi 10.000 ekor pada tahun 2001. Hal ini selain disebabkan oleh tingkat pemotongan yang tinggi yaitu 10% per tahun, juga oleh rendahnya pertambahan populasi yang hanya 0,64 % pertahun (BPTP, 2002). Menurut Toelihere (1981), rendahnya peningkatan populasi ini terutama disebabkan oleh rendahnya tingkat reproduksi. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya tingkat reproduksi kerbau Rawa adalah kurangnya pengetahuan dan perhatian peternak terhadap aspek-aspek reproduksi.
Informasi tentang karakter reproduksi kerbau rawa di Kalimantan Selatan sampai saat ini belum banyak diketahui, sehingga penelitian semacam itu perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana umur pubertas, berahi, kebuntingan, selang kelahiran dan daya reproduksi kerbau rawa dalam kondisi lingkungan peternakan rakyat.
44 Lendhanie – Karakteristik reproduksi kerbau rawa
METODE
Penelitian dilaksanakan di Desa Sapala, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Penarikan sampel berdasarkan metode purposive atau dilakukan pemilihan secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Adapun populasi dalam penelitian ini terdiri dari 30% kepala keluarga petani-peternak yang ada di desa tersebut.
Data primer bersumber dari peternak yang terpilih sebagai responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai intansi yang terkait dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi dan teknik kuesioner. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianaliasis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem pemeliharaan kerbau rawa di lokasi penelitian dilakukan secara ekstensif tradisional, yaitu digembalakan di daerah rawa (floating system). Pada musim air pasang, setelah digembalakan kerbau masuk kalang untuk istirahat pada malam hari, sedangkan pada musim air surut kerbau tidak pulang kandang melainkan tersebar di padang penggembalaan. Peranan peternak sangat kecil dalam aspek reproduksi. Peranan yang paling menonjol adalah pengawasan supaya ternak tidak tersesat dan dapat bersatu dalam kelompoknya.
Umur Pubertas
Umur pubertas kerbau rawa tidak diketahui dengan pasti. Meskipun demikian, berdasarkan umur kelahiran pertama yaitu 3-4 tahun diperkirakan konsepsi pertama terjadi pada umur 2-3 tahun. Umur konsepsi pertama ini dapat dijadikan patokan sebagai umur dewasa kelamin dengan asumsi lama kebuntingan selama 12 bulan.
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Guzman (1980) yaitu umur pubertas kerbau Thailand selama empat tahun, maka kerbau rawa mencapai pubertas
45 BIOSCIENTIAE. 2005. 2(1): 43-48
lebih cepat. Akan tetapi pencapaian pubertas ini lebih lambat daripada kerbau-kerbau rawa yang terdapat di Philipina dan Malaysia. Menurut Chantalakhana (1980) kerbau rawa di Malaysia mencapai pubertas pada umur 2,5 tahun. Kerbau rawa di Philipina umur pubertasnya berkisar antara 20-30 bulan (Guzman, 1980).
Siklus Berahi dan Lama Berahi
Siklus berahi kerbau rawa di desa Sepala tidak diketahui. Hal ini disebabkan peternak tidak pernah melakukan pengamatan berahi sehubungan keberadaan kerbau yang selalu di dalam air rawa. Menurut Castillo (1981) panjang siklus berahi kerbau rawa adalah 20-22 hari. Para peneliti lainnya menyatakan bahwa kerbau rawa Thailand memiliki siklus berahi 21 hari sedangkan di Philipina siklus berahi kerbau rawa selama 20 hari (Guzman, 1980).
Lama berahi pada kerbau rawa adalah selama tujuh hari. Hal ini sangat jauh berbeda dengan hasil penelitian Mongkopunya (1980) yang menyatakan bahwa lama berahi kerbau rawa adalah 32 jam, begitu pula halnya dengan pendapat Guzman (1980) yang menyatakan lama berahi kerbau rawa berkisar anatara 1-36 jam atau rata-rata 32 jam. Perbedaan ini disebabkan oleh kesalahan peternak dalam pengamatan berahi. Peternak melihat kerbau betina selama tujuh hari selalu dikerubuti pejantan. Padahal penentuan lama berahi harus melihat tingkah laku kerbau betina terhadap pejantan, bukan tingkah laku jantan terhadap betina. Menurut McDonald (1977) lama berahi berkisar antara waktu penerimaan pertama sampai penolakan terakhir.
Lama Kebuntingan
Lama bunting adalah suatu aspek yang mempengaruhi selang kelahiran. Lama bunting pada kerbau rawa dari semua responden sepakat yaitu selama satu tahun. Angka yang pasti tidak diketahui karena tidak diketahuinya waktu konsepsi. Menurut Guzman (1980), kerbau rawa memiliki lama bunting berkisar antara 320-325 hari. Sedangkan Mongkopunya (1980) menyatakan lama bunting kerbau rawa
46 Lendhanie – Karakteristik reproduksi kerbau rawa
adalah 336 hari. Menurut Toelihere (1981) perbedaan lama kebuntigan bisa disebabkan oleh manajemen, pakan, dan iklim lingkungan.
Berahi Setelah Kelahiran
Apabila masa kebuntingan telah mencukupi maka akan terjadi fase kelahiran atau partus. Setelah peristiwa kelahiran organ reproduksi, terutama uterus, akan mengalami proses penyembuhan yaitu kembali keukuran semula pada saat tidak bunting. Proses ini disebut dengan istilah involunsi uterus. Setelah involusi uterus selesai maka akan terjadi berahi kembali.
Proses berahi setalah melahirkan pada tiap individu berbeda-beda bergantung kepada lamanya proses involusi uterus. Pada kerbau rawa di Danau Panggang, berahi kembali terjadi selama 3-5 atau rata empat bulan setelah melahirkan. Hal ini berbeda dengan Guzman (1980) yang menyatakan bahwa pada kerbau rawa berahi setelah melahirkan adalah 35 hari.
Calving Interval
Setelah kerbau mengalami berahi kembali setelah melahirkan maka siklus reproduksi akan diulang kembali sampai pada kebuntingan berikutnya. Jarak antara dua kebuntingan yang berurutan disebut selang kelahiran atau calving interval.
Panjang calving interval sangat bervariasi pada kerbau rawa bergantung kepada semua karakteristik reproduksi. Selang kelahiran kerbau rawa di Danau Panggang adalah 18-24 bulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Guzman (1980) bahwa selang kelahiran kerbau rawa berkisar antara 1-3 tahun atau rata-rata 1,5 tahun.
Daya Reproduksi
Daya reproduksi didefinisikan sebagai kemampuan seekor ternak untuk menghasilkan anak selama hidupnya. Berdasarkan informasi dari responden bahwa kerbau rawa selama masa hidupnya mampu menghasilkan 5-10 ekor anak. Jika
47 BIOSCIENTIAE. 2005. 2(1): 43-48
beranak pertama terjadi pada umur empat tahun dan calving interval 1,5 tahun maka kerbau rawa mampu hidup lebih dari 20 tahun. Menurut Cockrill (1976), kerbau rawa mampu menghasilkan anak 10-15 ekor selama hidupnya, dan bisa hidup sampai 25 tahun.
KESIMPULAN
Karakter reproduksi kerbau rawa adalah sebagai berikut :
1) Umur dewasa kelamin 2-3 tahun;
2) Panjang siklus berahi tidak diketahui;
3) Lama periode berahi tidak diketahui;
4) Lama kebuntingan satu tahun;
5) Berahi kembali setelah melahirkan 3-5 bulan;
6) Selang kelahiran 18-24 bulan; dan
7) Daya reproduksi 10-15 ekor anak selama hidup.

DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, S.A. 1980. National Buffalo Research and Development Programmes in Malaysia. Dalam Recent Advances in Buffalo Research and Development. FFTC. Taipei.
Chantalakhana, A. 1980. Breeding Improvement of Swamp Buffaloes for Small Farm in South East Asia. Dalam Recent Advances in Buffalo Research and Development. FFTC. Taipei.
Cockrill, W.R. 1976. The Buffaloes of China. FAO. Rome.
Disnak Kalsel. 2003. Statistik Peternakan. Kalimanatan Selatan.
Guzman, M.R. 1980. An Overview of Recent Development in Buffalo Research and Management in Asia. Dalam Buffalo Production for Small Farms. ASPAC. Taipei.
Hardiansyah dan Noorhidayati, 2001. Padang Penggembalaan Kerbau Rawa (Bubalus bubalis Linn) di desa Sapala Kecamatan Danau Panggang. Struktur dan Komposisi Komunitas. Kalimantan Agrikultura. Vol. 8 No 1. April : 16-22.
Mongkopunya, K. 1980. Reproductive Pailures in Swamp Buffaloes in Thailand. Dalam Buffalo Production for Small Farms. ASPAC, Taipei.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.